Tugasku belum usai, bahkan belum benar-benar mulai
kalaupun ada aku disitu, tak lebih sebagai pelengkap penderita : semacam obyek dan bukan subyek
Kisahku masih panjang, sepanjang angan-angan yang hampir-hampir tak terjangkau akal, saking panjangnya dan ruwetnya angan itu : sepadan dengan kompleksitas ruang dan waktu
Hidupku kurang terus, ditanya butuh apa, dijawab butuh apa-apa : kalau harus ditulis maka berlembar-lembar kertas tak akan cukup untuk merincinya, konsep kelangkaan tak sanggup menjelaskannya
Cintaku mungkin palsu, cinta dunia, cinta-cintaan, dan dramatisasi cinta. Cinta dimulut benci dihati, benci dimulut hati “I Love You”, cinta dan benci bersatu jadi identitas baru perasaan yang kekinian : kacau!
Rinduku untuk nafsu, yang bertabur bunga-bunga rasa kangen beraroma syahwat : semerbak wangi racun dalam belaian duri berkarat : jahat!
Tobatku rasa sambal, menjauhkan yang salah dari jangkauan diri, tapi detik bergulir semua berulang seperti sedia kala, seakan siklus hidrologi yang terus terulang-terulang, dan terulang
Ibadahku? oh….. jauh
Masih tetap aku dengan segunung alasan untuk menjadi hujjah bagi kekerdilan yang terpelihara, subur di bumi yang makmur . Masih seperti dulu saat kulempar kata pada langit memohon dalam tangisan penghambaan agar terselamatkan dari segala sengsara. Masihlah aku yang tak kunjung faham arti kesejatian, yang hati buncah dan pecah hingga tak sanggup mengindra strata diri dalam kohesi langit-bumi
Tugasku belum usai, masih akan panjang berkisah tentang hidup, cinta dan rindu,
Anganku menetap di horison pertobatan yang hening dalam kesempurnaan penghambaan hanya kepadaNya