Ketika Anakku Sakit

Tiga hari ini anakku terpanggang oleh suhu tubuhnya yang bertengger di atas 37 derajat, sebuah letupan beberapa skala dari temperatur rata-rata normal yang membuat setiap orang tua cemas. Ketika usaha pertolongan ke dokter spesialis telah dilakukan, upaya tradisional dengan herbal  dirumah pun tak ketinggalan dilakukan. Tinggal tersisa harapan dalam do’a : Anakku cepat sembuh ya….

Titipan Tuhan berupa mahluk kecil ini membuat aku dan istriku cemas, sakit ISPA yang dideritanya diakibatkan tertular orang dewasa disekitarnya yang berlomba-lomba flu dan batuk menjelang Ramadan, ditambah oleh cuaca panas yang menaung langit di beberapa hari terakhir. Anak kecil ini belum bisa menyampaikan secara verbal apa yang dirasakannya dan apa yang dimauinya kecuali dengan tangisan dan tatapan sendu mata ketika kepalanya direbahkan dipundak ibu atau ayahnya. Terlihat lemah dan tak berdaya menanggung suhu panas yang membelit raganya : ya Allah sembuhkan ia…

Disini, di sisi sebuah drama mahluk kecil yang menanggung rindu pada raga yang sehat, aku tak berkutik dihadapan kuasaNya, diantara segala usaha, harapan itu kutautkan jauh keatas langit, kepada penguasa jiwa-jiwa ini yang merajai segala situasi, dialah Allah SWT, Tuhan Pencipta segala sebab dan akibat. Jika dokter spesialis dapat mendiagnosa penyakit apa yang sedang berlaku padanya, obat dari ramuan apoteker bersertifikat telah menyambanginya tiga kali dalam sehari, namun tetap saja keputusan akhir dari kisah ini Allah yang menentukan : semua akan baik-baik saja atau sebaliknya…

Tapi sungguh… tak ada yang terjadi dimuka bumi kecuali dengan hikmah. Segala kesombongan yang berjalan di kehidupan manusia tak lagi mampu berjaya ketika dihadapkan pada situasi tak tertebak yang misterius tentang hidup itu sendiri. Kembali luruh kepada hakiki kelemahan diri, mahluk daging tulang yang bukan siapa-siapa dihadapan kekekalanNya. Bijaksana jika akhirnya dapat menyikapi segala yan terjadi adalah bagian dari rencanaNya tentang hidup kita, jalan yang dibentangkan diantara tirai takdir bukan untuk dihndari tapi untuk ditempuh dengan ketetapan hati bahwa tujuan perjalanan ini adalah kepadaNya, kembali kepada Pencipta segala asal.

Alhamdulillah, ketika aku menuliskan kisah  ini, anakku sudah mulai kembali dalam dunianya, dunia bermainnya yang imajinatif. Bersimpuh di amben dapur dan menunggu ibunya membuatkan sarapan pagi, sambil membongkar segala yang ada disana mulai dari toples tempat bumbu sampai tutup panci yang ukurannya lebih besar dari tubuhnya, sambil berceloteh dengan kata-kata dari planet asing seperti ingin menyampaikan pesan terdalam dari hatinya : Ayah, Ibu, Fawwaz sudah sembuh!……

Alhamdulillah, terimakasih Rabb…